Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menunda pembacaan vonis terhadap 15 terdakwa kasus dugaan pungutan liar (pungli) atau pemerasan terhadap tahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama periode 2019–2023.
"Karena beberapa alasan, termasuk musyawarah yang belum mencapai kesepakatan dan ketidakhadiran hakim anggota, Ibu Sri, kami belum dapat membacakan putusan hari ini," kata Ketua Majelis Hakim Tipikor, Maryono, pada Kamis di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Hakim Maryono menyatakan sidang akan dilanjutkan dengan pembacaan putusan pada hari berikutnya, Jumat (13/12). "Besok, Jumat, tanggal 13, putusan akan kami bacakan," tambahnya.
Ke-15 terdakwa, yang merupakan mantan pegawai Rutan Cabang KPK, telah dituntut hukuman penjara selama 4 hingga 6 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
Menurut JPU Syahrul Anwar, para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Hal ini disampaikan dalam sidang pembacaan tuntutan pada Senin (25/11) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Terdakwa meliputi Kepala Cabang Rutan KPK periode 2022–2024 Achmad Fauzi, Kepala Cabang Rutan KPK 2018 Deden Rochendi, Plt Kepala Cabang Rutan KPK 2021 Ristanta, Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK 2018–2022 Hengki, serta sejumlah petugas Rutan KPK lainnya, yaitu Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Agung Nugroho, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rahmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah.
Dalam kasus ini, para terdakwa diduga melakukan pemerasan terhadap tahanan di tiga Rutan Cabang KPK, yakni Rutan di Pomdam Jaya Guntur, Gedung C1, dan Gedung Merah Putih (K4). Selama periode 2019–2023, jumlah pungutan liar yang terkumpul mencapai Rp6,38 miliar, dengan rata-rata pengumpulan Rp80 juta per bulan di setiap rutan.
Dana hasil pungutan liar tersebut digunakan untuk memperkaya masing-masing terdakwa, di antaranya Deden Rochendi sebesar Rp399,5 juta, Hengki Rp692,8 juta, Ristanta Rp137 juta, Eri Rp100,3 juta, Sopian Rp322 juta, Achmad Rp19 juta, Agung Rp91 juta, dan Ari Rp29 juta. Selain itu, Ridwan memperoleh Rp160,5 juta, Mahdi Rp96,6 juta, Suharlan Rp103,7 juta, Ricky Rp116,95 juta, Wardoyo Rp72,6 juta, Abduh Rp94,5 juta, dan Ramadhan Rp135,5 juta.