Loading...

OJK Jatuhkan 34 Sanksi di Sektor Pembiayaan, Ada Apa di Balik Pelanggaran Ini?

 

 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menjatuhkan 34 sanksi administratif kepada 18 perusahaan yang bergerak di sektor pembiayaan, modal ventura, lembaga keuangan mikro, serta layanan keuangan lainnya (PVML) selama bulan November 2024.

Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga PVML OJK, Agusman, menyampaikan bahwa sanksi tersebut terdiri dari 10 denda dan 24 peringatan tertulis. Langkah ini diambil untuk memastikan kepatuhan serta menjaga integritas di industri terkait.

"Sepanjang November 2024, OJK telah memberikan sanksi kepada empat perusahaan pembiayaan, tiga perusahaan modal ventura, serta 11 platform P2P lending. Sanksi ini terkait pelanggaran terhadap Peraturan OJK (POJK) maupun hasil dari pengawasan dan tindak lanjut pemeriksaan," jelas Agusman dalam keterangannya yang dirilis di Jakarta pada Senin.

Agusman juga mengungkapkan bahwa OJK sedang melakukan pengawasan intensif terhadap PT Lunaria Annua Teknologi (KoinP2P). Hal ini berkaitan dengan laporan mengenai penundaan pembayaran (standstill) kepada sebagian pemberi dana (lender) yang dilakukan oleh KoinP2P.

OJK terus memantau perkembangan dan pelaksanaan komitmen manajemen serta pemegang saham pengendali (PSP) KoinP2P. Termasuk di dalamnya langkah-langkah perbaikan yang telah direncanakan oleh perusahaan.

Selain itu, Agusman menambahkan bahwa OJK kini bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti dugaan tindak pidana di sektor jasa keuangan yang melibatkan mantan CEO PT Investree Radika Jaya (Investree), Adrian Asharyanto atau Adrian Gunadi. Adrian saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

"OJK berharap bahwa upaya penegakan hukum dan pemberian sanksi ini dapat mendorong pelaku industri di sektor PVML untuk meningkatkan tata kelola, memperkuat prinsip kehati-hatian, serta memenuhi regulasi yang berlaku. Dengan begitu, mereka dapat berkinerja lebih baik dan memberikan kontribusi yang lebih optimal," ujar Agusman.

Agusman juga menyoroti bahwa lima dari 147 perusahaan pembiayaan masih belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum sebesar Rp100 miliar hingga Oktober 2024. Di sisi lain, 10 dari 97 penyelenggara P2P lending juga belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp7,5 miliar. Dari jumlah tersebut, lima perusahaan saat ini sedang dalam proses pengajuan peningkatan modal disetor.

"OJK terus mengambil langkah-langkah yang diperlukan berdasarkan rencana aksi untuk memastikan pemenuhan kewajiban ekuitas minimum. Ini termasuk injeksi modal oleh pemegang saham, penambahan modal dari investor strategis lokal maupun asing, hingga kemungkinan pengembalian izin usaha," pungkasnya.