Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa tren deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut sejak Mei hingga September 2024, dilihat dari perspektif industri, disebabkan oleh tingginya volume barang impor yang membanjiri pasar domestik.
Dalam keterangannya di Jakarta pada hari Senin, Menperin Agus menjelaskan bahwa penurunan harga secara keseluruhan disebabkan oleh melimpahnya pasokan barang dari luar negeri yang masuk ke Indonesia.
"Deflasi ini terjadi karena banyaknya barang impor yang masuk. Jika suplai berlimpah, khususnya dari luar negeri, tentu akan berdampak pada penurunan harga, yang berkontribusi pada deflasi," jelas Agus.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief, menyatakan bahwa membatasi masuknya produk impor murah dapat menjadi langkah efektif untuk mengangkat harga produk manufaktur dalam negeri. Dengan demikian, permintaan produksi akan meningkat, yang selanjutnya dapat memacu pertumbuhan sektor industri.
Febri menambahkan, peningkatan permintaan produksi akan memacu industri untuk membuka lapangan kerja baru, yang pada akhirnya berdampak positif pada perekonomian masyarakat.
“Jika lapangan kerja baru tercipta dan ada insentif tambahan, maka pendapatan rumah tangga akan naik. Kenaikan pendapatan ini akan meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya mengurangi deflasi dan mendorong kenaikan harga barang,” tuturnya.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa deflasi yang berlangsung selama lima bulan ini bukanlah tanda buruk bagi perekonomian. Menurutnya, deflasi terutama dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas pangan, yang stabil atau bahkan cenderung menurun, sehingga berdampak positif bagi daya beli masyarakat.
“Deflasi selama lima bulan terakhir disebabkan oleh penurunan harga pangan. Ini adalah perkembangan yang baik, terutama karena membantu daya beli masyarakat,” ujar Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (4/10).
Ia juga menambahkan, pengeluaran mayoritas masyarakat, khususnya kelompok ekonomi menengah ke bawah, sebagian besar digunakan untuk kebutuhan pangan. Oleh karena itu, penurunan harga bahan makanan justru membantu masyarakat mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga yang lebih terjangkau.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,12 persen (month-to-month/mtm) pada September 2024. Tren deflasi ini telah berlangsung sejak Mei 2024, dengan rincian deflasi 0,03 persen pada Mei, 0,08 persen pada Juni, 0,18 persen pada Juli, dan 0,03 persen pada Agustus. Secara tahunan, inflasi tercatat sebesar 1,84 persen (year-on-year/yoy), sementara inflasi tahun kalender mencapai 0,74 persen (year-to-date/ytd).