Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, untuk memanfaatkan aset negara, termasuk tanah sitaan kasus korupsi, guna membangun perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Instruksi tersebut disampaikan Menteri PKP Maruarar Sirait usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto bersama sejumlah pejabat, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu, serta Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.
“Kami akan menyusun skema yang legal, memiliki kepastian hukum, dan berkeadilan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan di bawah Rp8 juta,” ujar Maruarar saat memberikan keterangan di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.
Maruarar juga menjelaskan bahwa Presiden Prabowo memberikan arahan tegas terkait optimalisasi penggunaan lahan, termasuk lahan sitaan korupsi dan lahan dengan Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak diperpanjang, untuk mendukung pembangunan rumah bagi MBR.
Ia menambahkan, lahan-lahan tersebut nantinya akan dilegalisasi sebagai aset negara melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan dan Bank Tanah, sehingga bisa dimanfaatkan dalam program percepatan pembangunan tiga juta unit rumah bagi MBR.
Selanjutnya, Menteri PKP akan berkoordinasi dengan Menteri ATR agar masyarakat dapat memperoleh Hak Guna Bangunan (HGB) atas lahan tersebut.
“Presiden mengarahkan bahwa tanah tersebut tetap menjadi milik negara, namun bangunannya dapat dimiliki oleh masyarakat,” jelas Maruarar.
Pemerintah juga telah mempersiapkan skema pembiayaan untuk masyarakat berpenghasilan di bawah Rp8 juta, khususnya bagi mereka yang bekerja di sektor informal, seperti pedagang kaki lima dan penjual sayur, yang meskipun tidak memiliki gaji tetap, tetap memiliki usaha dan penghasilan.
“Kami menyusun mekanisme yang memungkinkan masyarakat di sektor informal untuk memiliki rumah, termasuk supervisi dan pendampingan berdasarkan tempat usaha mereka,” tambah Maruarar.