Loading...

Dugaan Korupsi Impor Gula, Kejagung Periksa Mantan Staf Khusus Mendag

 

Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap seorang mantan Staf Khusus (Stafsus) Menteri Perdagangan terkait penyelidikan dugaan korupsi dalam importasi gula di Kementerian Perdagangan pada periode 2015–2016.

“Tim penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memanggil GNY, yang pernah menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Perdagangan pada tahun 2015–2016,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.

Selain GNY, Harli menambahkan bahwa penyidik juga meminta keterangan dari SA, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan pada periode yang sama.

Selanjutnya, dua pejabat aktif di Kementerian Perdagangan turut diperiksa, yakni RJB sebagai Direktur Bapokting serta SH yang menjabat sebagai Kasubdit Bapokting pada Dirjen Perdagangan Dalam Negeri.

Dari pihak swasta, penyidik memanggil satu saksi, yaitu ALF, yang merupakan staf di PT Angels Products (AP).

Menurut Harli, kelima saksi tersebut dimintai keterangan dalam kaitannya dengan tersangka Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong beserta pihak-pihak terkait lainnya.

“Pemeriksaan ini dilakukan untuk memperkuat alat bukti serta melengkapi pemberkasan dalam kasus tersebut,” ungkapnya.

Seperti diketahui, Kejagung telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini, yaitu Tom Lembong, yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada 2015–2016, dan CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.

Dalam penyelidikannya, Kejagung mengungkap bahwa kasus ini bermula ketika Tom Lembong memberikan izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk diolah menjadi gula kristal putih.

Namun, izin tersebut dikeluarkan meskipun rapat koordinasi antar-kementerian pada 12 Mei 2015 menyimpulkan bahwa Indonesia tengah mengalami surplus gula sehingga impor tidak dibutuhkan.

Selain itu, Kejagung juga mencatat bahwa persetujuan impor tersebut diberikan tanpa melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian untuk memastikan kebutuhan gula dalam negeri.