Kasus harian Covid-19 global dan domestik mulai kembali meningkat akibat penyebaran varian baru. Meski tidak memberikan tekanan pada sistem Kesehatan, namun perlu diantisipasi dengan melakukan akselerasi vaksinasi. Di Indonesia, sampai dengan 25 Juli 2022, vaksin Covid-19 telah diberikan kepada 202,22 juta masyarakat (74,8% populasi) untuk dosis 1, 169,84 juta masyarakat (62,9%) untuk dosis 2, dan 54,68 juta masyarakat (20,2% populasi) untuk vaksin booster.
Sementara itu, tantangan dan risiko global bergeser ke peningkatan inflasi dan pengetatan kebijakan moneter serta likuiditas. Tingginya tekanan inflasi mendorong percepatan pengetatan kebijakan moneter, khususnya di AS. Tekanan inflasi global yang masih terus berlanjut mendorong kenaikan suku bunga di banyak negara serta berpotensi mendorong peningkatan cost of fund, termasuk di Indonesia. Sinyal pelemahan global juga nampak dari perlambatan PMI manufaktur karena adanya penurunan demand dan confidence, tekanan harga, dan berlanjutnya supply disruption.
Naiknya volatilitas tersebut diiringi tren pelemahan global yang meningkatkan potensi risiko resesi di banyak negara, termasuk AS dan Tiongkok yang mengalami perlambatan tajam aktivitas ekonomi. Survei Bloomberg pada 15 Juli 2022 menunjukkan potensi resesi di Sri Lanka sebesar 85%, AS 40%, dan China 20%, sedangkan Indonesia hanya 3%, jauh lebih kecil dibandingkan ketiga negara sebelumnya. WEO IMF pada Juli 2022 merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,2% pada 2022 dan 2,9 23 masing-masing menurun sebesar 0,4 dan 0,7 poin dari proyeksi sebelumnya pada April lalu. Selain itu, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan sebesar 2,3% pada 2022 dan 1,0% pada 2023; Tiongkok sebesar 3,3% pada 2022 dan 4,6% pada 2023, serta Indonesia sebesar 5,3% pada 2022 dan 5,2% pada 2023.
Beralih ke domestik, pemulihan ekonomi berjalan baik, namun risiko global khususnya inflasi dan potensi resesi negara maju harus diwaspadai. Posisi Indonesia relatif lebih aman dibandingkan beberapa negara, dilihat dari tingkat risiko kredit dan rasio utang Indonesia yang relatif lebih rendah. Volatilitas global berdampak pada tekanan inflasi domestik dan pasar obligasi Indonesia, meski dampaknya terbatas didukung likuiditas domestik yang kuat. Selanjutnya, aktivitas masyarakat sudah kembali normal dan mendorong kegiatan ekonomi, diikuti mobilitas masyarakat di kuartal II yang mengalami peningkatan signifikan karena periode libur.
Kinerja APBN hingga bulan Juni kembali mencatatkan surplus ditopang kinerja pendapatan yang tumbuh di semua komponen. "Kita akan terus menjaga kesehatan APBN dari guncangan-guncangan yang makin kuat dari luar negeri, maka kita harus membuat agar APBN kita tetap sehat, sehingga dia bisa melindungi masyarakat dan perekonomian kita," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Juli 2022.
Sementara itu, APBN bekerja keras melalui Belanja Negara untuk mendukung program pemulihan ekonomi dan menjaga dampak adanya ketidakpastian. Outlook defisit APBN 2022 turun dari 4,85% PDB (APBN) menjadi 3,92% PDB. Peran APBN sebagai shock absorber perlu dijaga agar berfungsi optimal, namun dengan tetap memperhatikan kesehatan dan kredibilitas APBN. Demikian disampaikan dalam publikasi APBN Kita edisi Juli 2022.
Perekonomian Domestik Berjalan Baik, Namun Perlu Mewaspadai Risiko Global
Tren positif perekonomian Indonesia ditunjukkan baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Indeks PMI Manufaktur tetap ekspansif di level 50,2, meski sedikit melambat dibandingkan bulan Mei yang sebesar 50,8. Selanjutnya, konsumsi listrik tumbuh positif, ditopang oleh konsumsi listrik untuk industri dan bisnis. Optimisme aktivitas ekonomi masyarakat tetap kuat, dengan IKK Juni yang tetap pada level optimis di 128,2, relatif stabil dibandingkan bulan lalu 128,9. Selain itu, aktivitas masyarakat sudah kembali normal seiring dengan akselerasi vaksinasi Covid-19 yang berjalan lancar. Google Mobility Indeks per 13 Juli 2022 meningkat menjadi 18,5% di kuartal II seiring periode libur. Sejalan dengan hal tersebut, indeks penjualan riil bulan Juni mencapai 229,1, tumbuh 15,4% secara tahunan, namun sedikit menurun dibandingkan bulan Mei yang mencapai 234,1.
Neraca perdagangan masih mencatatkan surplus, pada bulan Juni sebesar USD5,09 miliar dan melanjutkan tren surplus selama 26 bulan berturut-turut. dengan akumulasi sampai dengan Juni 2022 atau semester I-2022 surplus USD24,88 miliar. Ekspor bulan Juni 2022 mencapai USD26,1 miliar, tumbuh tinggi sebesar 40,7% (yoy) didukung ekspor kelompok nonmigas seperti batubara, produk sawit, besi dan baja. Sementara itu, impor bulan Juni 2022 mencapai USD21 miliar, tumbuh positif sebesar 22% (yoy) yang didominasi oleh jenis barang input (bahan baku dan barang modal). Cadangan devisa akhir Juni 2022 sebesar USD136,4 miliar, meningkat dari posisi pada akhir Mei 2022. Jumlah tersebut setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Inflasi Indonesia dalam tren meningkat, namun masih terkendali. Hal ini juga tak lepas dari peran APBN sebagai shock absorber yang mampu menahan dampak kenaikan harga komoditas global menjadi terbatas, sehingga daya beli masyarakat dan momentum pemulihan ekonomi dapat tetap terjaga. Selain karena harga komoditas global, tekanan inflasi domestik lebih disebabkan oleh faktor musiman dan diperkirakan mereda seiring membaiknya pasokan.