Loading...

Restrukturisasi Garuda Sudah Berjalan, Tapi Harus Dikawal

Restrukturisasi dan transformasi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. telah berjalan. Maskapai pelat merah ini sebelumnya dinyatakan lolos penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).

"Sudah on the track, tapi tahapan-tahapan selanjutnya harus tetap dikawal agar Garuda bisa kembali terbang tinggi," jelas Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dalam keterangannya, Kamis, 11 Agustus 2022.

Erick memastikan restrukturisasi telah berjalan sesuai yang diharapkan dalam dua bulan terakhir. Dia mengakui kendati perjalanan masih panjang, hasil sementara dari restrukturisasi memberikan semangat kepada Kementerian BUMN dan Garuda untuk terus menjalankan tahapan transformasi selanjutnya.

Adapun selama proses restrukturisasi, pemerintah menyuntik dana kepada Garuda senilai Rp 7,5 triliun melalui penyertaan modal negara (PMN). Dia meyakini penerbangan domestik akan tumbuh meski situasi global belum menentu.

"Bisnis penerbangan domestik cukup menjanjikan asal dikelola dengan profesional. Sebagai negara kepulauan kita harus terus mendorong tumbuhnya kota-kota di luar Jawa sebagai pusat ekonomi baru sehingga pembangunan makin merata," ucap Erick.

Garuda Indonesia sebelumnya melaporkan kerugian yang diatribusikan ke entitas induk senilai US$ 4,16 miliar atau setara dengan Rp 62 triliun pada 2021. Kerugian ini membengkak dari 2020 yang sebesar US$ 2,44 miliar.

Menukil laporan keuangan (audited) 2021, Garuda Indonesia secara grup mencatatkan penurunan pendapatan usaha sebesar 10,43 persen menjadi US$ 1,33 miliar. Pendapatan usaha ini ditopang oleh pendapatan penerbangan berjadwal sebesar US$ 1,04 miliar, penerbangan tidak berjadwal sebesar US$ 88,05 juta, dan pendapatan lainnya US$ 207 juta.

Adapun ekuitas Garuda negatif US$ 6,1 miliar atau Rp 91,6 triliun. Total liabilitas emiten berkode GIAA ini pun jauh lebih besar ketimbang asetnya. Berdasarkan laporan keterbukaan di Bursa Efek Indonesia, jumlah liabilitas Garuda per 31 Desember 2021 adalah US$ 13,3 miliar. Liabilitas Garuda naik dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 12,73 miliar.

Sedangkan asetnya hanya US$ 7,19 miliar atau turun dari tahun sebelumnya sebesar US$ 10,78 miliar. Meski demikian, maskapai pelat merah secara grup mencatatkan penurunan beban usaha sebesar 21,03 persen menjadi US$ 2,6 miliar jika dibandingkan periode yang sama pada 2020.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra memproyeksikan perseroan akan mencatatkan kinerja yang positif pada 2022. "Dan akan terus dioptimalkan Garuda secara bertahap hingga 2-3 tahun mendatang agar dapat kembali ke level periode masa sebelum pandemi," ujar Irfan pada Juli lalu.