Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat secara tahunan atau year on year, masih terjadi inflasi sebesar 2,06 persen untuk periode Februari 2022 terhadap Februari 2021. Inflasi didorong oleh kenaikan harga pangan, seperti minyak goreng, hingga LPG.
"Jadi kalau dilihat, andil dari inflasi tahunan 2,06 persen ini adalah (kenaikan harga) minyak goreng. Secara tahunan, harga minyak goreng masih menunjukkan inflasi 0,20 persen," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto dalam keterangannya, Selasa, 1 Maret 2022.
Minyak goreng mengalami lonjakan harga sepanjang akhir 2021 hingga awal 2022. Harga minyak goreng kemasan per liter menembus lebih dari Rp 20 ribu sebelum akhirnya pemerintah menetapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) Rp 14 ribu.
Menurut kelompok pengeluarannya, makanan, minuman, dan tembakau memberikan andil terhadap inflasi tahunan sebesar 2,51 persen. Disusul pakaian dan alas kaki dengan kontribusi terhadap inflasi tahunan 1,89 persen.
Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga juga menjadi penyumbang inflasi tertinggi secara tahunan. Kelompok ini memberikan sumbangsih terhadap inflasi tahunan sebesar 1,46 persen."Ini karena kenaikan harga LPG non-subsidi," ujar Setianto. Pertamina pada Desember 2021 menaikkan harga LPG non-subsidi. Penyesuaian harga kembali dilakukan pada 27 Februari 2022 lalu.
Adapun secara bulanan atau month to month pada Februari 2022, BPS melaporkan terjadi deflasi 0,02 persen. Penurunan harga minyak karena kebijakan HET menjadi salah satu pendorong deflasi, diikuti penurunan harga komoditas lainnya.
BPS mencatat penurunan harga minyak goreng kelapa sawit memberikan andil terhadap deflasi 0,11 persen. "Kemudian telur ayam ras memberikan andil 0,10 persen karena adanya surplus pasokan," papar Setianto.
Sejalan dengan penurunan harga telur, daging ayam ras ikut memberikan andil terhadap deflasi Februari sebesar 0,06 persen. Sutianto mengatakan produksi ayam daging yang berlimpah dan permintaan pasar yang masih normal menyebabkan harga anjlok.
