Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menyampaikan apresiasinya terhadap berbagai langkah yang telah diambil oleh Presiden Prabowo Subianto dalam memerangi korupsi selama 100 hari pertama masa jabatannya setelah dilantik.
Apresiasi tersebut muncul karena sejumlah kasus korupsi besar mulai ditangani di era kepemimpinan Prabowo. Contohnya adalah penemuan uang tunai senilai Rp1 triliun di kediaman seorang mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) dan penanganan korupsi terkait sektor timah.
Namun, Hardjuno menilai langkah-langkah tersebut belum cukup untuk sepenuhnya menunjukkan komitmen Prabowo dalam memberantas korupsi. Menurutnya, mantan Danjen Kopassus itu perlu menyelesaikan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk benar-benar membuktikan keseriusannya.
Sebagai kandidat doktor dari Universitas Airlangga Surabaya, Hardjuno menjelaskan bahwa kasus BLBI merupakan salah satu skandal korupsi terbesar yang memiliki dampak lebih signifikan terhadap perekonomian nasional dibandingkan kasus-kasus korupsi lainnya yang baru terungkap.
"Kerugian akibat BLBI mencapai ribuan triliun rupiah. Ini tidak hanya soal angka, tetapi juga tentang bunga berbunga yang terus meningkat secara eksponensial. Dampaknya sangat besar, menekan APBN kita secara luar biasa," ungkap Hardjuno dalam siaran persnya, Sabtu.
Ia juga menyoroti bahwa sistem bunga majemuk dalam obligasi rekapitalisasi (OR) BLBI telah menciptakan beban keuangan yang berat. Akibatnya, dana yang seharusnya dikembalikan oleh para debitor justru disubsidi hingga tahun 2043.
Hardjuno menambahkan, berbagai langkah telah diambil untuk menyelesaikan kasus BLBI, termasuk pembentukan Satgas BLBI oleh Menko Polhukam sebelumnya, Mahfud MD. Namun, menurutnya, keberadaan satgas tersebut belum memberikan hasil yang nyata.
Ia pun berharap di bawah pemerintahan Presiden Prabowo, pemerintah dapat mengambil langkah yang lebih tegas untuk menyelesaikan kasus BLBI.
"Pemerintah harus berani menghentikan pembayaran bunga obligasi rekap BLBI untuk sementara waktu serta menuntut hak-hak negara dari para debitor," tegasnya.