Loading...

Larangan Jual Produk Tembakau Alternatif di Medsos Sulitkan UMKM

 PAGARBISNIS.COM -  Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menilai bahwa kebijakan yang melarang penjualan produk tembakau alternatif melalui media sosial, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, akan menyulitkan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sekretaris Jenderal APVI, Garindra Kartasasmita, dalam pernyataannya di Jakarta, Sabtu, menjelaskan bahwa industri tembakau alternatif ini sebagian besar terdiri dari pelaku UMKM dan berbasis komunitas. Larangan ini dinilai semakin mempersempit ruang gerak pengusaha untuk memberikan edukasi kepada konsumen mereka.

"Dengan larangan menjual di media sosial, ruang bagi pelaku usaha untuk memberikan edukasi kepada konsumen menjadi sangat terbatas," ujar Garindra.

APVI menyoroti berbagai pasal dalam PP 28/2024, termasuk aturan turunannya, yakni Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), yang menurut mereka perlu ditinjau ulang. Salah satu yang dianggap mengancam keberlangsungan industri ini adalah larangan menjual produk tembakau alternatif di platform media sosial.

Selain itu, RPMK yang masih dalam tahap rancangan juga mencantumkan ketentuan terkait kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau dan rokok elektronik, yang dianggap memberatkan para pelaku UMKM.

Merujuk pada PP 28/2023 Pasal 434 Ayat F, "setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik melalui situs web atau aplikasi elektronik komersial serta media sosial."

"Dengan adanya pasal-pasal ini, kondisi justru semakin berat bagi kami yang menggunakan media sosial untuk edukasi konsumen dewasa. Produk kami berorientasi pada edukasi, namun jika iklan dilarang, bagaimana kami bisa melawan produk ilegal?" tambah Garindra.

Lebih lanjut, Garindra menyebut bahwa konsumen produk tembakau alternatif memiliki karakteristik unik, yang membuat media sosial menjadi platform penting untuk menjangkau konsumen dewasa dan mendukung pertumbuhan usaha.

"Konsumen dewasa kami banyak yang menggunakan media sosial. Saat ini kami sudah terdampak, dengan penurunan penjualan hingga 50 persen secara bulanan," ungkap Garindra.

Ia juga menegaskan bahwa di media sosial, verifikasi usia dapat dilakukan dengan baik. Pelaku industri rokok elektronik sudah berusaha keras mencegah anak-anak mengakses produk mereka, dan APVI memastikan bahwa produk ini hanya diperuntukkan bagi konsumen dewasa, serta anggotanya mematuhi regulasi terkait batas usia.

Perlu diketahui bahwa APVI merupakan salah satu dari 20 organisasi lintas sektor industri hasil tembakau yang menandatangani petisi penolakan terhadap ketentuan kemasan polos tanpa merek dalam RPMK, serta beberapa pasal di PP 28/2024. Petisi ini ditandatangani di kantor Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pada 11 September.

Penolakan tersebut didasari oleh kekhawatiran bahwa kebijakan ini tidak mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan kesehatan dan dampak ekonomi, yang berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi nasional.

"Industri tembakau saat ini berada dalam situasi sulit. Regulasi yang ada jangan sampai mematikan industri ini dan sektor terkait lainnya," ujar Wakil Ketua Umum Apindo, Franky Sibarani, pada 11 September.

Dalam kondisi perekonomian yang lesu serta maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), tidak menutup kemungkinan bahwa industri produk tembakau alternatif akan menghadapi nasib serupa dengan industri manufaktur lainnya, seperti tekstil, garmen, dan alas kaki, yang sudah lebih dulu mengalami pemangkasan karyawan.

Sebagai tambahan informasi, Kementerian Kesehatan saat ini sedang membahas RPMK mengenai Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, yang merupakan bagian dari turunan PP 28/2024. Regulasi ini diharapkan selesai pada minggu ketiga September 2024.