PAGARBISNIS.COM - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menegaskan pentingnya memastikan bahwa bantuan perumahan disalurkan kepada mereka yang benar-benar berhak. Saat ini, masih terdapat sejumlah rumah subsidi yang diterima oleh masyarakat yang tidak memenuhi kriteria.
Dalam acara "Teknologi Properti Sebagai Akselerator Pertumbuhan Ekonomi Nasional" di Jakarta, Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto, menyatakan bahwa masih ada tantangan besar dalam penyediaan perumahan, terutama dalam hal memperoleh data yang akurat mengenai kekurangan kepemilikan rumah (backlog).
Meskipun jumlah backlog perumahan menurun dari 12,7 juta pada tahun 2021 menjadi 9,9 juta unit pada tahun 2023, ini hanya merupakan indikasi kasar. Pemerintah belum memiliki data rinci tentang individu yang membutuhkan rumah.
Iwan juga mengungkapkan bahwa kuota bantuan rumah subsidi melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yang mencapai 166.000 unit tahun ini sudah sepenuhnya digunakan. Namun, ia menemukan banyak rumah subsidi yang tidak dihuni di beberapa provinsi, dengan tingkat kekosongan mencapai 60-80 persen. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menunjukkan adanya pengalihan rumah subsidi kepada pihak-pihak yang tidak berhak.
Pemerintah mendukung penambahan kuota FLPP, tetapi menekankan bahwa bantuan ini harus benar-benar tepat sasaran. FLPP adalah program yang memungkinkan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah dengan bunga yang rendah, yaitu 5 persen tetap selama masa kredit, dengan cicilan maksimal 20 tahun.
Syarat penerima FLPP meliputi belum pernah menerima subsidi perumahan dari pemerintah, tidak memiliki rumah, dan memiliki penghasilan maksimal Rp8 juta per bulan. Harga rumah subsidi FLPP berkisar antara Rp166 juta hingga Rp240 juta per unit, tergantung zonasi.
Hingga 15 Agustus 2024, data BP Tapera mencatat realisasi penyaluran FLPP mencapai 111.784 unit dengan total nilai Rp13,62 triliun.***