Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memaparkan sejumlah faktor kunci untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen, sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto. Airlangga mengingatkan pencapaian Indonesia mencapai angka pertumbuhan 8 persen pada tahun 1995, yang didorong oleh sektor manufaktur, industri otomotif, konstruksi, jasa, dan investasi.
“Untuk itu, kita perlu memastikan bahwa konsumsi tetap terjaga, investasi tumbuh sekitar 10 persen, dan ekspor naik sekitar 9 persen,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis lalu.
Dalam hal sektor, pemerintah akan tetap fokus pada hilirisasi, sektor jasa, pariwisata, konstruksi dan perumahan, ekonomi digital, serta pengembangan industri baru seperti semikonduktor dan transisi energi.
Mengenai transisi energi, pemerintah optimis Indonesia akan menjadi salah satu produsen energi hijau terbesar di dunia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia tumbuh 4,95 persen (yoy) pada triwulan III 2024, didorong oleh Pulau Jawa (56,84 persen), dengan sektor industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi sebagai penyumbang utama. Sebanyak 15 provinsi, yang berkontribusi 26,7 persen terhadap PDB, mencatatkan pertumbuhan di atas rata-rata nasional. Daerah dengan pertumbuhan tertinggi adalah Papua Barat (19,56 persen) dan Sulawesi Tengah (9,08 persen), berkat pengembangan hilirisasi sektor industri pengolahan dan pertambangan.
“Ini menunjukkan bahwa industrialisasi dan hilirisasi adalah kunci untuk kemajuan ekonomi, dan ini yang membuat Presiden yakin bahwa target pertumbuhan 8 persen bisa tercapai,” kata Airlangga.
Ia menambahkan, strategi kebijakan yang akan diambil untuk menjaga pertumbuhan ekonomi antara lain adalah melalui peningkatan hilirisasi sumber daya alam (SDA) sebagai motor penggerak pertumbuhan, serta mengurangi nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR), yang menunjukkan efisiensi investasi dalam menghasilkan output ekonomi. Semakin rendah nilai ICOR, semakin efisien investasi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Langkah-langkah untuk menurunkan ICOR termasuk memaksimalkan infrastruktur yang ada dan memperbaiki akses serta konektivitas. Selain itu, pemerintah juga akan menyediakan pelatihan vokasi serta program peningkatan keterampilan (upskilling) dan pelatihan ulang (reskilling) bagi tenaga kerja yang dibutuhkan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).