Pandemi Covid-19 telah menyebabkan beberapa negara mengalami resesi ekonomi. Indonesia pun berisiko mengalami hal yang sama. Untuk bisa keluar dari ancaman resesi ini, pemerintah terus mendorong dua indikator penting yaitu konsumsi rumah tangga dan investasi.
“Kunci utama untuk menghadapi situasi ini adalah konsumsi dan investasi. Pemerintah berusaha all out untuk fokus pada indikator konsumsi dan investasi,”tegas Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pada acara Konferensi Pers secara virtual mengenai ABPN Kita di Jakarta, Selasa (25/8/2020).
Sri Mulyani menjelaskan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tahun 2020 ini mengalami kontraksi sebesar minus 5,32%. Dengan demikian, PDB (Produk Domestik Bruto) semester I 2020 tercatat tumbuh sebesar -1,26%. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga ini diprediksikan berada pada rentang 0% hingga -2% . Maka Indonesia berisiko mengalami resesi. Adapun kunci utama untuk menghadapi hal tersebut adalah meningkatkan indikator pertumbuhan konsumsi dan investasi.
Menurut Sri, fokus utama pemerintah saat ini adalah mendorong konsumsi dan investasi pada zona positif pada sisa dua kuartal ini. Pada kuartal kedua, masing-masing indikator tersebut tumbuh negatif yaitu 5,51 persen dan 8,61 persen.
Menkeu menjelaskan, penanganan pandemi dan eksekusi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang efektif, serta stabilitas tingkat inflasi diharapkan mampu mengembalikan aktivitas belanja dan mobilitas secara normal. “Permintaan domestik terkait konsumsi dan investasi diperkirakan kembali menjadi motor pertumbuhan ekonomi. “
Sri mengatakan, beberapa indikator mobilitas masyarat memang sudah menunjukkan adanya
tren pemulihan, tapi belum pada level yang netral. Tempat belanja kebutuhan sehari-hari jauh lebih cepat pemulihannya. Sebelumnya, pada Februari- Maret mengalami kontraksi, lalu pada Maret-April secara bertahap mulai pulih namun masih belum mencapai situasi normal. Selain itu, taman juga mulai dikunjungi tapi belum pada level normal.
Selanjutnya, papar Sri, orang berkegiatan di luar rumah juga meningkat. Masa puncak kegiatan di rumah pada April-Mei, sekarang sudah menurun. Mereka sudah melakukan aktivitas di luar rumah. Artinya, pemulihan berjalan secara bertahap tentu disesuaikan dengan kondisi ancaman Covid-19. “Penyebaran Covid-19 sulit diprediksi. Beberapa negara mengalami second wave seperti di Korea dan Australia. Kita harus berjuang semoga tidak mengalami hal yang sama.”
Sementara itu, menurut Sri, mengenai indeks keyakinan konsumen masih terdapat optimisme seiring tren perbaikan. Indeks keyakinan konsumen di bulan Juli, mengindikasikan optimisme konsumen membaik, disebabkan menguatnya ekspektasi konsumen terhadap perkiraan kondisi eknomi saat ini, yakni terhadap pengghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan pembelian barang tahan lama.
Penjualan eceran pada Juli sedikit membaik dibandingkan bulan sebelumya. Perbaikan kinerja penjualan eceran terjadi terutama pada kelompok makanan, minuman dan tembakau, serta bahan bakar kendaraan bermotor. Penjualan yang masih mengalami teknanan terjadi pada sub kelompok sandang. Sementara itu, penjualan mobil bulanan terus membaik dari titik terendah 3500 pada mei, menjadi 12.600 pada juni dan 25.283 pada juli.
Adanya perubahan hari libur pada periode Mei-Juni mendorong lonjakan aktivitas. secara rata-rata, aktivias masyarakat masih terkontraksi 12,6% pada kuartal II. Namun, akselerasi peningkatan aktivitas masyarakat tampak melambat pada Juli. Kemudian, aktivitas tempat kerja dan transportasi masih stagnan dalam 11 minggu terakhir sejalan dengan meningkatnya kasus Covid-19 klaster pekantoran.
Kemudian, dari sisi indeks penjualan sektor ril, masih dalam posisi flat, belum terjadi perubahan atau pergerakan sagnat cepat. Dari sisi Konsumsi listrik, terjadi pembalikan dan masih tetap bertahan pada level zona positif yang berarti cukup baik. Kegiatan masyarakat identik dengan konsumsi listrik, baik untuk kegiatan rumah tangga, industri, pemerintahan.
Selanjutnya, kata Sri, kinerja ekspor juga menunjukkan perbaikan. Pada Juli mengalami flat, ada momentum menanjak. Memang, dari sisi year on year ,ekspor masih negatif 9,9. Sedangkan month to month mengalami flat. “Terjadi sedikit perbaikan, dari tren ekspor pada Juli dibandingkan kondisi Juni yang mengalami recovery di zona positif.
Pertumbuhan ekspor periode Januari-Juli ditopang oleh ekspor non migas yang mengalami kenaikan di bulan Juli. Ekspor beberapa golongan barang utama mengalami peningkatan, seperti lemak dan minyak hewani atau nabati dan logam mulia, perhiasan atau permata.
Peningkatkan ekspor logam mulia disebabkan oleh kenaikan harga sebagai dampak ketidakpastian yang mendorong investor ke safehaven assets.
Sementara itu, beberapa ekspor golongan barang lainnya mengalami penurunan pertumbuhan, seperti bahan bakar mineral, dalam hal ini batubara karena dampak turunnya harga batu bara. Menurunnya ekspor bahan bakar mineral berdampak pada kinerja penerimaan PNBP yang mengalami tekanan.
Impor dari bahan baku bahan konsumsi maupun barang modal mulai menunjukan recovery cukup tinggi pada bulan Juni. Namun pada juli kembali masuk zona kontraktif atau membalik lagi. Month to month menunjukkan penurunan pada juli dibandingkan Juni. Sedangkan, year to year angkanya mengalami negative growth.
Menurut Sri, tren penurunan inflasi masih terus berlanjut. Terjadinya deflasi di bulan Juli dipengaruhi oleh permintaan masyarakat yang masih lemah. Pada Juli 2020 terjadi deflasi 0,1 % seiring penurunan harga di beberapa kelompok pengeluaran. Hingga Juli, inflasi mencapai 0,98 persen, (Ytd) atau 1,54 persen (yoy), jauh dibawah pola 3 tahunan, sebesar 2,38 persen (ytd) atau 3,46% (yoy)
Perlambatan terjadi pada kelompok pangan dan nonpangan, barang dan jasa. Inflasi kesehatan didorong oleh naiknya permintaan obat dan vitamin. Sementara, tren naik harga emas mendorong inflasi perawatan pribadai dan jasa lainnya.
Momentum perbaikan ekonomi di bulan Juli masih terjadi meski sedikit melandai dibandingkan bulan Juni. Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 mengalami kontraksi sebesar minus 5,32% sehingga PDB semester I 2020 tercatat tumbuh sebesar -1,26%. Hingga juli, inflasi masih melanjutkan perlambatan yang didorong oleh terbatasnya permintaan domestik, baik di kelompok pangan maupun non pangan. Nilai tukar rupiah mengalami apreesiasi hingga akhir Juli dibandingkan nilai tukar awal 2020.
Kemudian, kata Sri, investasi diperkirakan naik tajam sejalan dengan keberlanjutan pembangunan infrastruktur , serta upaya reformasi struktural mendorong kemudahan berusaha dan daya tarik investasi. Konsumsi pemerintah juga didorong untuk mendukung momentum pertumbuhan ekonomi. “Ini melanjutkan kebijakan countercyclical dan mengakselerasi program PEN pascapandemi Covid-19.”
Sri juga menegaskan, ekspor diperkirakan lebih baik, seiring pemulihan kinerja ekonomi global. Ekspor didorong melalui perluasan negara tujuan potensial ekspor serta pengembangan pariwisata. Sementara itu, impor diarahan pada pemenuhan kebutuhan domestik sesuai dengan prioritas nasional, terutama untuk bahan baku dan barang modal.
“Kondisi outlook ekonomi Indonesia yang mencakup konsumsi, investasi, ekspor dan impor diperkirakan berangsur pulih pada 2021. Sektor Perekonomian akan mengalami pemulihan seiring dengan meredanya wabah covid-19,” papar Sri.