Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan bahwa pihaknya telah memeriksa sebanyak 55 orang saksi dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex).
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menyebutkan bahwa dari jumlah tersebut, 46 saksi telah diperiksa sebelumnya dan 9 lainnya diperiksa pada hari ini. Dari sembilan orang yang diperiksa hari ini, tiga di antaranya langsung ditetapkan sebagai tersangka.
"Selain itu, beberapa waktu lalu penyidik juga telah meminta keterangan dari satu orang ahli," ujar Qohar saat memberikan keterangan pers di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, pada Rabu.
Qohar menjelaskan bahwa setelah mendalami keterangan para saksi, penyidik menemukan cukup banyak bukti yang mengarah pada dugaan korupsi dalam proses pemberian pinjaman oleh sejumlah bank milik negara kepada PT Sritex. Total nilai utang yang masih belum dilunasi hingga Oktober 2024 tercatat sebesar Rp3,6 triliun.
Tiga individu yang telah ditetapkan sebagai tersangka meliputi DS (Dicky Syahbandinata), yang menjabat sebagai Kepala Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) pada tahun 2020. ZM (Zainuddin Mappa), Direktur Utama PT Bank DKI pada 2020, serta ISL (Iwan Setiawan Lukminto), yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Sritex dari tahun 2005 hingga 2022.
Enam saksi lainnya yang turut diperiksa pada hari yang sama memiliki inisial ERN (dari Kantor Akuntan Publik), RFL (dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia), serta NTP, RNL, UK, dan ADM, yang semuanya terkait dengan Bank BJB.
"Penetapan tersangka ini masih tahap awal. Kami akan membuka perkembangan kasus ini secara menyeluruh di kemudian hari," tambah Qohar.
Akibat dari tindakan yang diduga melanggar hukum tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian keuangan sebesar Rp692,98 miliar dari total kredit bermasalah senilai lebih dari Rp3,58 triliun.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ilustrasi: Pexel/Ekarina