Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah melakukan pemblokiran terhadap lebih dari 5.000 rekening yang diduga terhubung dengan aktivitas perjudian online, dengan nilai transaksi yang menembus angka Rp600 miliar.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyampaikan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi penegakan hukum yang lebih luas guna melindungi masyarakat dari dampak negatif sosial yang ditimbulkan oleh praktik judi daring.
“Upaya penindakan hukum yang telah dilakukan maupun yang masih berjalan bertujuan menyelamatkan masyarakat dari bahaya seperti pinjaman online ilegal, narkoba, penipuan, prostitusi, hingga keretakan rumah tangga akibat kecanduan judi online,” ungkap Ivan dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ia menambahkan bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Gernas APU/PPT).
Gerakan ini merupakan inisiatif lintas lembaga yang dirancang untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU), sekaligus memperkuat peran aktif masyarakat dalam memerangi perjudian berbasis internet yang kian marak.
Ivan menjelaskan bahwa kecanduan judi daring seringkali memicu tindak kriminal lanjutan, karena pelakunya terdesak untuk memenuhi kebutuhan finansial demi melanjutkan aktivitas tersebut.
“Di balik langkah pemberantasan perjudian online, aparat kepolisian dan institusi terkait sebenarnya tengah berupaya melindungi masa depan bangsa,” ujarnya.
PPATK pun terus mendorong sinergi antara lembaga keuangan, aparat penegak hukum, instansi pemerintah, dan masyarakat sipil demi menciptakan sistem nasional yang bebas dari praktik pencucian uang dan perjudian ilegal.
Gernas APU/PPT diyakini sebagai alat strategis yang mampu membatasi ruang gerak pelaku kejahatan finansial serta memperkuat kredibilitas sistem keuangan nasional.
Pemerintah sendiri tengah menerapkan pendekatan menyeluruh yang mencakup kerja sama lintas sektor dan pemanfaatan teknologi digital dalam rangka menekan penyebaran judi daring.
“Perjudian online tidak hanya merugikan ekonomi negara, tetapi juga membawa dampak sosial yang luas. Oleh karena itu, kami memperkuat Desk Pemberantasan Judi Online dengan pendekatan berbasis teknologi serta kolaborasi antarlembaga agar hasilnya lebih maksimal,” ujar Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid dalam keterangan resminya pada 4 Maret di Jakarta.
Meutya menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen memperketat pengawasan terhadap penggunaan ruang digital untuk memutus mata rantai praktik perjudian online.***