Hendri Saparini, ekonom senior dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, menyatakan bahwa target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang diusulkan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto dapat tercapai melalui pendekatan yang komprehensif.
Dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis, Saparini mengusulkan tiga strategi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan, guna membantu Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.
Pertama, ia menekankan pentingnya mengimplementasikan pendekatan ekonomi Pancasila yang berfokus pada ekonomi kerakyatan. Ia mengutip pandangan pendiri Republik Indonesia bahwa kegiatan ekonomi sebaiknya dilakukan secara kolektif. Hal ini mencakup demokrasi ekonomi, di mana pemerintah memberikan akses dan melibatkan semua pihak dalam aktivitas ekonomi serta mendukung perkembangan industri. Dengan cara ini, diharapkan tidak ada lagi pengangguran dan kesulitan dalam mencari pekerjaan.
"Kita semua memiliki potensi untuk bekerja. Namun, pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang memungkinkan setiap individu untuk berkontribusi secara produktif," jelasnya.
Kedua, revitalisasi industri menjadi kunci. Ia menunjukkan bahwa negara-negara maju berhasil mencapai kemajuan ekonomi melalui industrialisasi, sedangkan Indonesia saat ini cenderung mengalami deindustrialisasi. Revitalisasi sektor industri dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan membangun industri dasar dan mendorong semua sektor di seluruh daerah.
Industri manufaktur dapat berfungsi sebagai pilar untuk menciptakan keterkaitan yang kuat antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sektor swasta, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Ketiga, Saparini mendorong pemerintah untuk menerapkan strategi industri yang lebih canggih dan inovatif di tengah dinamika global. Ia menekankan pentingnya menjadikan industri pemastian sebagai penopang revitalisasi industri dan memperkuat kebijakan industri.
“Jasa pemastian yang ditawarkan oleh BUMN dalam hal penjaminan mutu, sertifikasi, dan inspeksi sangat penting untuk mendukung kebijakan hilirisasi,” tambahnya.
Ia mencontohkan kebijakan hilirisasi di sektor pertambangan yang memerlukan validasi atas kandungan mineral seperti nikel dan bauksit. Dengan adanya kebijakan pemastian ini, diharapkan dapat meminimalkan perbedaan antara pelaku usaha di hulu dan hilir, serta memastikan kesesuaian standar dalam perdagangan hasil tambang. "Dengan adanya kebijakan pemastian ini, potensi kerugian negara akibat perselisihan juga bisa dicegah," tutupnya.