PAGARBINIS.COM - Pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) semakin diminati oleh berbagai sektor, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), karena selain ramah lingkungan, EBT juga mampu menurunkan biaya operasional dan meningkatkan daya saing UMKM di pasar global.
Dalam kunjungan kerjanya ke Amerika Serikat (AS), Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki melakukan studi banding di dua institusi yang telah menerapkan teknologi untuk mengembangkan EBT di AS.
Pertama, MenKopUKM Teten mengunjungi Scripps Institution of Oceanography untuk melihat secara langsung pemanfaatan EBT dan mempelajari pusat riset pencitraan 3D dan kecerdasan buatan (AI) bawah laut terbaik di dunia. Scripps Institution of Oceanography menggunakan teknologi canggih seperti 3D dan AI untuk mendukung penelitian mereka.
Teten menjelaskan bahwa untuk mengetahui metode pendanaan yang diterapkan, Scripps menggunakan sonar multibeam dan LIDAR untuk membuat peta tiga dimensi dari dasar laut, termasuk gunung bawah laut dan terumbu karang. Scripps juga menerapkan rekonstruksi ekosistem 3D yang memungkinkan para peneliti untuk merekonstruksi dan menganalisis habitat laut yang kompleks serta memahami dampak perubahan iklim dan aktivitas manusia.
Selain itu, kecerdasan buatan digunakan untuk mengelola dan menganalisis data laut yang besar, mengenali pola dan tren yang membantu analisis lebih cepat dan akurat. Scripps juga mengembangkan robot bawah laut dan drone yang dilengkapi dengan teknologi AI dan 3D untuk eksplorasi laut dan pengumpulan data dari kedalaman yang sulit dijangkau.
Modeling 3D juga digunakan untuk memprediksi dampak perubahan iklim seperti kenaikan permukaan laut dan perubahan arus laut, sementara teknologi visualisasi data 3D mempermudah penyampaian data ilmiah secara intuitif dan interaktif, membantu ilmuwan, pembuat kebijakan, dan masyarakat memahami hasil penelitian.
Selain itu, MenKopUKM Teten juga melakukan studi banding ke Aptera Motors Factory untuk mempelajari pemanfaatan EBT dalam produk mereka. Aptera Motors, perusahaan asal Amerika yang fokus pada pengembangan kendaraan listrik bertenaga surya atau Solar Electric Vehicle (SEV), telah mengembangkan kendaraan yang sangat efisien. Perusahaan ini berkantor pusat di Carlsbad, California, dan didirikan oleh Steve Fambro dan Chris Anthony.
Aptera berencana memproduksi 371 kendaraan selama fase produksi volume rendah pada tahun 2025, yang kemudian akan meningkat menjadi 11.000 unit pada tahun 2026, dan akhirnya mencapai produksi tahunan sebanyak 20 ribu kendaraan.
MenKopUKM Teten juga menambahkan bahwa hingga saat ini, Aptera telah berhasil mengumpulkan dana sebesar 135 juta dolar AS dari lebih dari 17.000 investor melalui crowdfunding, dengan GDP Venture (Grup Djarum) menjadi salah satu investor terbesar.
Bentuk mobil Aptera yang futuristik, dengan hanya tiga roda dan panel surya terintegrasi di badan mobilnya, memungkinkan kendaraan ini menempuh jarak hingga 1.000 mil (sekitar 1600 km) dengan sekali pengisian daya, serta tambahan 40 mil (sekitar 64,3 km) dari pengisian daya panel surya saat perjalanan.
Aptera juga diproduksi menggunakan teknologi pencetakan 3D, AI, dan bodi komposit, yang memungkinkan produksi kendaraan menjadi lebih cepat, dalam volume tinggi, dan hemat biaya. Harga satu unit mobil Aptera diperkirakan sekitar 30.000 dolar AS atau sekitar Rp474 juta.***