Covid-19 merupakan game changer yang mengubah banyak hal diantaranya tata kelola perusahaan/korporasi, kondisi pasar modal, hingga pada isu perubahan iklim dan risiko sosial dan tata kelola lingkungan lainnya.
Seiring dengan adaptasi kondisi normal baru akibat pandemi, aktivitas ekonomi dan mobilitas manusia mulai berangsur pulih, perekonomian perlahan-lahan mulai pulih dan memasuki fase pemulihan serta membentuk kenormalan baru.
"Oleh karena itu pembangunan ekonomi yang berkelanjutan disebut salah satu cara untuk mencapai hal tersebut (fase pemulihan) yaitu dengan mengembangkan dan memperbaiki kerangka tata kelola perusahaan sebagai suatu hal yang mendasar bagi korporasi," terang Menteri Keuangan Sri Mulyani saat menyampaikan pidato kunci pada acara G20 Side Event: Joint G20/OECD Corporate Forum, Kamis (14/07) di Bali.
Menkeu mengatakan bahwa gagasan pembangunan ekonomi berkelanjutan muncul sebagai hasil dari dua faktor penting. Yang pertama adalah degradasi sumber daya ekonomi dan segala jenisnya yang tidak dapat dipulihkan kembali yang disebabkan oleh aktivitas manusia, dan yang kedua adalah ketidaksesuaian standar optimalisasi ekonomi dengan dinamika sumber daya yang ada.
"Pertumbuhan dan keseimbangan selalu merupakan trade-off dalam teori ekonomi. Tentu hal ini sangat beralasan dengan situasi saat ini dimana banyak pembuat kebijakan khususnya di bidang ekonomi keuangan juga menghadapi trade-off yang sangat kompleks antara pertumbuhan dan stabilitas. Jadi, bagi kita semua jawaban dari trade-off ini adalah memilih pembangunan berkelanjutan. Pertumbuhan seharusnya tidak mengorbankan keberlanjutan atau sebaliknya perhatian terhadap keberlanjutan seharusnya tidak mengorbankan pertumbuhan," lanjut Menkeu.