Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengungkapkan bahwa luas kawasan agrowisata di wilayah Puncak tidak sejalan dengan dokumen lingkungan yang telah ditetapkan, sehingga berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitar, termasuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung.
Deputi Bidang Penegakan Hukum (Gakkum) KLH, Rizal Irawan, setelah melakukan inspeksi di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada hari Kamis, menyatakan bahwa pihaknya menerima instruksi dari Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, untuk melakukan verifikasi langsung di wilayah hulu DAS Ciliwung. Instruksi tersebut diberikan beberapa hari sebelum Jakarta dan Bekasi mengalami banjir besar.
Dalam proses verifikasi, KLH menemukan adanya ketidaksesuaian luas agrowisata yang dikelola oleh salah satu perusahaan di daerah tersebut.
“Awalnya, luas agrowisata hanya sekitar 16 ribu hektare, namun berdasarkan temuan terbaru, luasnya telah mencapai 35 ribu hektare,” ungkap Rizal.
Ia menambahkan bahwa perbedaan luas tersebut menunjukkan ketidaksesuaian dengan dokumen lingkungan yang berlaku, yang pada akhirnya berdampak signifikan terhadap ekosistem alam.
Mengenai langkah penegakan hukum terhadap pengelola, Rizal menjelaskan bahwa ada kemungkinan pemberian sanksi administratif, perdata, maupun pidana. Jika terbukti melakukan pelanggaran, pihak pengelola dapat dikenakan kewajiban mengganti kerugian negara serta membayar biaya pemulihan lingkungan.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, bersama Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan serta Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, telah melakukan inspeksi di empat lokasi di kawasan Puncak. Lokasi tersebut meliputi PT Perusahaan Perkebunan Sumber Sari Bumi, PTPN I Regional 2 Gunung Mas, PT Jaswita Jabar, serta Eiger Adventure Land pada tanggal 6 Maret.
Sebagai bagian dari upaya mendalami dugaan pelanggaran hukum lingkungan, KLH memasang papan pengawasan lingkungan di kawasan tersebut. Langkah ini dilakukan untuk meneliti lebih lanjut pembangunan di hulu DAS Ciliwung yang berpotensi meningkatkan risiko banjir di wilayah hilir, termasuk Jakarta dan Bekasi.