Peneliti dari Pusat Makroekonomi dan Keuangan di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Riza Annisa Pujarama, menyampaikan bahwa dampak positif dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) baru akan terlihat dalam jangka panjang.
"Efek dari Makan Bergizi Gratis (MBG) akan terlihat dalam jangka waktu yang panjang," ujar Annisa dalam sebuah diskusi publik yang digelar secara virtual di Jakarta, Rabu.
Dalam jangka pendek, salah satu manfaat dari program MBG adalah meningkatkan kehadiran siswa di sekolah, yang diharapkan dapat mendukung proses pembelajaran mereka sehingga lebih bermanfaat ke depannya.
Sementara itu, terkait peningkatan gizi melalui asupan nutrisi—khususnya dalam upaya mencegah stunting pada ibu hamil—dampaknya hanya bisa diamati dalam jangka panjang setelah terjadi perubahan pola konsumsi makanan akibat program MBG.
“Manfaat ini tidak bisa terlihat dalam waktu singkat, terutama dalam kaitannya dengan pencegahan stunting pada ibu hamil yang kelak melahirkan. Ini adalah program jangka panjang dengan hasil yang baru bisa diukur nanti,” jelasnya.
Tahapan pelaksanaan program MBG pada tahun 2025 akan dimulai dengan periode Januari hingga April, yang menargetkan 3 juta penerima manfaat dengan 937 unit Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG). Selanjutnya, pada periode April hingga Agustus, jumlah penerima manfaat meningkat menjadi 6 juta dengan 2.000 unit SPPG, dan pada periode Agustus hingga Desember, cakupan program bertambah menjadi 15-17,5 juta penerima manfaat dengan 5.000 unit SPPG.
Annisa juga menyoroti bahwa anggaran yang dibutuhkan untuk MBG cukup besar, terutama mengingat kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang cukup ketat.
Terlebih lagi, APBN 2025 memerlukan pendanaan yang signifikan akibat besarnya utang jatuh tempo dan meningkatnya beban bunga yang mencapai Rp1.353,2 triliun. Tantangan ini semakin berat karena penerimaan pajak negara masih terbatas, sementara pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami perlambatan.
Setelah mengalami beberapa revisi dalam perhitungan biaya per orang, akhirnya disepakati bahwa anggaran MBG dalam APBN 2025 ditetapkan sebesar Rp71 triliun, dengan kemungkinan adanya peningkatan jumlah dana yang dibutuhkan.
Apabila mengacu pada target penerima manfaat sebesar 82,9 juta orang, maka total anggaran yang diperlukan untuk MBG bisa mencapai Rp215,54 triliun. Angka ini belum mencakup biaya operasional dan berbagai kebutuhan lainnya.
"Jumlah Rp215 triliun ini sangat besar bagi APBN, bahkan lebih tinggi dibandingkan anggaran belanja modal yang hanya mencapai Rp190 triliun. Selain itu, anggaran ini juga lebih besar dibandingkan dana bantuan sosial yang dialokasikan oleh pemerintah pusat," ujar Annisa.
Untuk mengatasi kebutuhan anggaran yang besar ini, pemerintah dapat mencari tambahan pendanaan dengan memanfaatkan pos belanja lain dalam APBN 2025 yang cukup besar, yaitu sebesar 21,46 persen dari total anggaran.
Pemerintah sendiri telah merencanakan pengeluaran dalam kategori belanja lainnya, yang mencakup bantuan sosial dari Presiden dan Wakil Presiden, biaya operasional lembaga tanpa anggaran khusus, mitigasi risiko fiskal, dukungan ketahanan pangan, hingga pembayaran kewajiban pemerintah.
"Sebenarnya, anggaran MBG dan tambahan dana yang diajukan oleh kementerian bisa diambil dari pos ini, meskipun jumlahnya mungkin tidak terlalu besar untuk mendukung program-program tersebut," tambahnya.
Annisa juga memberikan beberapa rekomendasi untuk pembiayaan program MBG, antara lain dengan menggandeng sektor swasta dan lembaga filantropi agar beban APBN tidak terlalu berat. Selain itu, ia menyarankan agar MBG dikolaborasikan dengan program yang sudah ada, terutama yang memiliki tujuan serupa dalam meningkatkan kesehatan dan pendidikan serta menekan angka stunting.
“Perlu ada sinergi antara kementerian dan lembaga, karena misalnya, Kementerian Kesehatan sudah memiliki program pemberian nutrisi untuk balita dan ibu hamil. Program-program semacam ini bisa dikolaborasikan agar anggaran lebih efisien. Demikian pula dengan bantuan sosial lainnya, seperti bantuan pangan bagi dunia pendidikan, PKH (Program Keluarga Harapan), dan sebagainya. Oleh karena itu, perlu dipetakan kembali program-program yang ada dan bagaimana dapat disinergikan untuk menambah sumber pendanaan bagi MBG,” tutup Annisa.