Anggota Komisi V DPR RI, Sudjatmiko, menekankan perlunya program pembangunan 3 juta rumah per tahun memanfaatkan produk dalam negeri, khususnya di sektor konstruksi.
Dalam rapat kerja Komisi V dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman di Gedung Parlemen, Jakarta, Sudjatmiko mengungkapkan bahwa meskipun Indonesia memiliki pabrik aluminium composite panel (ACP) besar di Surabaya dan Jakarta, banyak proyek konstruksi masih mengandalkan impor untuk bahan tersebut.
Dia memperingatkan bahwa ketergantungan pada impor dapat menimbulkan masalah serupa dengan yang dialami oleh Sritex, di mana industri lokal tidak mampu bersaing dengan produk impor. “Jangan sampai kita menghadapi Sritex kedua,” ujarnya.
Selain itu, Sudjatmiko juga menyoroti tingginya harga semen. Ia menyarankan agar perusahaan semen seperti Semen Indonesia dan PT Indocement memisahkan produk mereka menjadi dua kategori: semen untuk pasar ritel dan semen khusus untuk pembangunan rumah murah. Dengan memisahkan kedua kategori ini, diharapkan harga semen untuk rumah murah bisa lebih terjangkau.
Sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, dalam rapat dengan Komisi V pada 29 Oktober, menjelaskan bahwa program 3 juta rumah per tahun memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk perusahaan besar.
Anggaran Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman untuk pembangunan perumahan pada 2025 adalah Rp5,078 triliun, yang turun dari Rp14,3 triliun pada 2024.
Maruarar menambahkan bahwa langkah-langkah inovatif diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan menekan biaya agar target 3 juta rumah per tahun dapat tercapai. Salah satu solusi yang sedang dipertimbangkan adalah penerapan mekanisme pembelian terpusat untuk bahan bangunan.
Ia memperkirakan bahwa pembelian semen untuk program ini akan menghabiskan lebih dari Rp10 triliun. Dengan adanya mekanisme pembelian terpusat, diharapkan biaya produksi dapat ditekan, sehingga harga rumah bisa lebih terjangkau untuk masyarakat.