Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang lebih dulu mendapat kesempatan dari Amerika Serikat (AS) untuk memulai negosiasi terkait tarif resiprokal, kebijakan yang sebelumnya diumumkan oleh Presiden AS saat itu, Donald Trump.
"Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang diterima," ujar Airlangga dalam konferensi pers bertajuk "Perkembangan Terkini Negosiasi dan Diplomasi Perdagangan Indonesia-Amerika Serikat" yang berlangsung di Washington, DC, dan dipantau secara virtual dari Jakarta pada hari Jumat.
Selain Indonesia, negara lain yang telah menjalin komunikasi serupa dengan AS antara lain adalah Vietnam, Jepang, dan Italia.
Airlangga menjelaskan bahwa delegasi Indonesia telah secara aktif menjalin komunikasi dengan para pejabat AS, termasuk mengadakan pertemuan daring dengan Howard Lutnick, pejabat yang mewakili Secretary of Commerce AS, guna membahas proses negosiasi tersebut.
Kedua negara, yakni Indonesia dan Amerika Serikat, menyetujui tenggat waktu selama 60 hari ke depan untuk menyelesaikan pembahasan mengenai tarif resiprokal tersebut.
Menurut Airlangga, pemerintah AS memberikan tanggapan yang positif atas berbagai proposal dari Indonesia. Oleh karena itu, dalam jangka waktu dua bulan tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk melanjutkan diskusi pada level teknis guna merumuskan solusi yang saling menguntungkan.
Dalam momen tersebut, Airlangga juga menyampaikan beberapa poin yang diangkat Indonesia dalam negosiasi resmi, di antaranya rencana peningkatan pembelian energi dari AS seperti LPG, minyak mentah, dan gasoline.
"Indonesia juga berkomitmen untuk mengimpor produk agrikultur dari Amerika, termasuk gandum, kedelai, susu kedelai, dan akan meningkatkan pembelian barang modal dari sana," ungkap Airlangga.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia juga mendukung keberadaan perusahaan-perusahaan asal AS yang beroperasi di Indonesia dengan memberikan kemudahan perizinan dan insentif.
Lebih lanjut, Airlangga menyebutkan bahwa Indonesia mengusulkan kerja sama strategis dalam bidang mineral penting dan menyederhanakan prosedur impor untuk produk-produk AS, termasuk hortikultura. Pemerintah juga menekankan pentingnya investasi yang dilakukan langsung antar pelaku usaha (business to business).
Selain itu, Indonesia turut mendorong kolaborasi dalam pengembangan sumber daya manusia, khususnya di bidang pendidikan, sains, teknologi, teknik, matematika, ekonomi digital, serta sektor jasa keuangan—yang sebagian besar dinilai memberi keuntungan lebih besar bagi pihak AS.***
Ilustrasi: Andrea Piacquadio/Pexels