Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa Indonesia pernah mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 8,2 persen pada tahun 1995. Ia mengungkapkan bahwa pada periode 1986-1997, Indonesia mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7,3 persen, dan puncaknya tercatat pada 1995 dengan angka 8,2 persen.
Airlangga menambahkan bahwa target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen pada tahun 2029 bukanlah hal yang tidak mungkin, karena hal tersebut pernah tercapai di masa lalu.
Meskipun pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan lambat pada tahun 2024-2025, dengan angka hanya mencapai 3,2 persen, Indonesia diperkirakan masih dapat mempertahankan angka pertumbuhan sekitar 5 persen, dengan tingkat inflasi yang rendah, yaitu 1,7 persen. Airlangga juga menyebutkan bahwa Presiden Prabowo Subianto mendapatkan penghargaan atas pencapaian ekonomi Indonesia yang jauh di atas rata-rata dunia, serta kemampuan pemerintah menjaga rasio utang Indonesia di bawah 40 persen, sementara banyak negara berkembang memiliki utang yang jauh lebih tinggi dan bahkan menghadapi risiko gagal bayar.
Selain itu, Airlangga menekankan pentingnya transformasi ekonomi melalui hilirisasi industri dan peningkatan nilai tambah di sektor manufaktur sebagai strategi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Ia juga menyoroti peran ekonomi digital yang dipandang sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi di masa depan. Saat ini, ekonomi digital Indonesia diperkirakan bernilai sekitar 90 miliar dolar AS dan diproyeksikan akan mencapai 120 miliar dolar AS pada tahun 2025, serta bisa mencapai 400 miliar dolar AS pada tahun 2030.
Airlangga menilai sektor ekonomi digital memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk bersaing di pasar global, karena dalam ekonomi digital, Indonesia dapat bersaing pada level yang setara dengan negara maju, berbeda dengan sektor ekonomi tradisional yang mengharuskan Indonesia memulai persaingan dari posisi yang lebih rendah.